Beberapa waktu lalu, saya sempat menggunggah sebuah cerita di media sosial tentang bagaimana manusia di muka bumi ini, terutama Indonesia, menghadapi pandemi Covid-19. Keresahan menjadi topiknya, karena kemungkinan semua orang di muka bumi resah dengan tingkat yang berbeda tergantung dari pengetahuan masing-masing. Keresahan tersebut menjadi seolah-olah membuat manusia berpikir jangka pendek, manusia berpikir untuk diri sendiri, padahal banyak di luar sana perlu dipikirkan dan tidak hanya sekedar social distancing atau physical distancing semata. Menjaga jarak ini menyebabkan kita semua harus berada di rumah untuk beraktivitas seperti biasanya. Biasa? Sudah pasti tidak biasa.
Setelah Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia mengeluarkan surat edaran, semua institusi pendidikan akhirnya menjalankan Belajar atau Bekerja Dari Rumah (BDR). BDR ini ternyata tidak semudah yang dibayangkan. Apalagi, di tengah keresahan seperti ini, masih ada juga mereka yang membandingkan belajar di rumah ala barat dan belajar di rumah ala Indonesia. Sebuah pesan sempat mampir di ponsel saya, yang mengatakan bahwa belajar dari rumah di sebuah negara barat sangat baik, dan menurutnya, Indonesia tidak seperti itu. Menarik sekali bila dicermati ternyata masih ada orang Indonesia yang berpikir bahwa orang Indonesia masih belum seserius orang dari negara lain. Memang sulit memahami konteks bekerja di rumah, apalagi belajar di rumah bila tidak mengalaminya. Orang cenderung memahami bahwa belajar di rumah itu belajar sendiri tanpa arahan dari guru atau dosen. Di lain pihak, guru atau dosen berupaya dan terus berpikir kreatif dalam menggunakan fasilitas yang berteknologi canggih ini supaya dapat semua proses dapat bermanfaat maksimal bagi peserta didiknya.
Saat ini kita sudah mengetahui bahwa BDR ini akan berlangsung minimal 2 minggu ke depan. Pada sebuah webinar tanggal 3 April 2020, yang diselenggarakan oleh Markplus Inc., yang berjudul Surviving The Corona, Preparing The Post, fenomena bekerja atau belajar dari rumah ini sempat dibahas. Pada pembukaan webinar tersebut, Dr. Jacky Mussry (Dean dari Markplus Institute) berpendapat bahwa bekerja dari rumah memiliki beberapa pengaruh positif dan tentunya tidak luput dari kekurangan. Namun, kita harus menyadari bahwa terdapat kekurangan yang kita hadapi dalam proses belajar atau bekerja dari rumah seperti kendala fasilitas, gangguan domestik, terlalu banyak informasi terkait pandemi, kehidupan yang penuh dengan kekhawatiran akibat pandemi, dan dengan bekerja di rumah kita pasti kurang gerak. Di samping itu, saya mencermati beberapa unggahan media sosial beberapa waktu terakhir ini juga mengilustrasikan tentang bagaimana motivasi kerja atau belajar yang menyarankan agar kita melakukan rutinitas, seperti berpakaian rapi, sebelum melakukan aktivitas sehari-hari. Hal ini akan mempermudah kita untuk beradaptasi dengan pekerjaan atau bahan yang akan dipelajari di rumah. Berlandaskan pendapat Dr. Jacky Mussry dan hasil observasi media sosial, saya mengkategorikan faktor-faktor yang perlu kita persiapkan untuk BDR dalam 3 aspek yaitu sarana dan prasarana, kondisi mental individu, dan kondisi fisik individu. Mari kita bahas satu per satu.
Sarana dan prasarana
Untuk BDR, hal utama yang diperlukan adalah sarana dan prasarana tanpa gangguan domestik atau kepentingan rumah. Beberapa hal penting yang harus ada adalah meja kerja atau meja belajar, kursi yang nyaman, stop kontak, dan koneksi internet yang khusus digunakan. Bila perlu, memindahkan beberapa furnitur agar tempat kerja atau belajar khusus ini dapat diakses dengan baik. Ribet ? Ya pasti ribet, tetapi hal ini akan memudahkan kita untuk memulai hari. Selanjutnya, adalah koneksi internet yang menjadi kebutuhan utama. Jangan keburu mengeluh, karena uang transport yang biasa kita keluarkan sehari-hari dapat kita alokasikan untuk mendapatkan koneksi internet yang lebih kuat. Dari sarana dan prasarana ini, yang terpenting selanjutnya adalah air putih yang menemani BDR kita, agar tubuh cukup terhidrasi. Gangguan keperluan domestik akan ada, karena kita berada di rumah. Namun demikian, dengan manajemen waktu yang baik dan batasan-batasan yang diberikan kepada penghuni rumah yang disepakati. Berat memang, tapi profesionalisme kita harus dijaga, baik sebagai mahasiswa, dosen, maupun profesi lainnya.
Kondisi Mental Individu
Situasi aktual terkait pandemi memengaruhi kondisi mental manusia dan membuat kehidupan kita menjadi berbeda dari cara berpikir, cara pandang, perilaku, bahkan berbeda dalam merespon kejadian atau masalah dalam kehidupan sehari-hari. Kekhawatiran akibat pandemi menjadi hal yang menyita pikiran kita. Hal ini tidak dapat dipungkiri atau bahkan diabaikan, sehingga sering membuat konsentrasi terganggu. Solusinya sederhana, kita tidak perlu memantau berita sepanjang hari dan mengalokasikan 1 waktu saja untuk mengetahui perkembangan. Nah, banyak orang sudah melakukan hal ini dengan hasil stress yang berkurang. Selain itu, paksakan diri untuk selalu berpikir positif dalam menghadapi apapun ketika BDR.
Kondisi Fisik Individu
Kita sudah sering dengar bahwa stress harus dikelola dengan cara masing-masing sesuai dengan kondisi setiap individu. Kategori terakhir yang perlu kita persiapkan adalah kondisi fisik individu. Tinggal di rumah dalam jangka waktu yang cukup lama membuat kita lelah, padahal kita tidak sedang melakukan perjalanan jauh. Kelelahan ini bisa jadi disebabkan oleh badan kita yang kurang bergerak seperti aktivitas kita biasanya. Kita perlu imbangi kondisi pikiran dengan fisik yang kuat atau sehat. Jadi, luangkan waktu setiap hari sekitar 15 - 30 menit untuk berolahraga atau jalan kaki untuk badan yang lebih fit.
Hari-hari BDR dapat bermanfaat maksimal tidak hanya bagi diri sendiri tetapi juga orang di sekitar, dan bahkan meningkatkan produktivitas. Kita dapat memulai dengan mengevaluasi diri masing-masing, dan menata diri dan sekeliling kita. Indonesia, bisa.